Selasa, 19 April 2011

kisah

Mau bercerita sedikit (gak janji bakal sedikit beneran) tentang kisah hidup seseorang yang selalu terngiang sampai sekarang di otak semenjak diceritakan beberapa waktu lalu. Yang menarik minat saya adalah cerita di balik hidupnya. Segala emosi bercampur aduk di dalamnya. Nama dan tempat saya samarkan ya.

Namanya (sebut saja) om ir. Saya mengenalnya dari seorang sahabat. Om ir adalah paman sahabat saya ini. Om ir bisa dibilang berbeda dari kebanyakan orang. Bagaimana membahasakan dalam bahasa halus ya? Oh begini saja, setiap kali saya berkunjung ke rumah om ir, oleh teman-teman om ir saya “dipaksa” untuk memanggil om ir dengan sebutan tante. Nah, sudah mengerti kan maksud saya dengan berbeda tadi.

Om ir memiliki usaha salon di kota ini. Sudah puluhan tahun om ir berkecimpung di bidang usaha yang memerlukan skill khusus ini. Om ir sendiri lahir dan besar di sebuah pulau kecil di bagian barat Indonesia kita tercinta ini. Lahir sebagai laki-laki tulen dan besar sebagai laki-laki normal di keluarga yang sederhana. Beranjak dewasa, om ir bekerja di perusahaan besar milik negara sebagai teknisi mesin. Om ir sangat menguasai bidangnya dan kalaupun beliau meneruskan karier di perusahaan tersebut, bisa saja sekarang ini om ir sudah berada di level manager dan sejenisnya. Om ir juga jatuh cinta. Dua tahun om ir menjalin hubungan dengan wanita pujaannya. Sampai suatu hari, sebuah kejadian kecil menyebabkan om ir sakit hati kepada wanita pujaannya ini.

Hanya karena sakit hati, om ir merubah jalan hidupnya. Om ir berhenti dari tempatnya bekerja, memutuskan untuk meninggalkan tanah kelahirannya dan mengadu nasib ke ibu kota. Sepuluh tahun keluarga tidak lagi mendengar kabar berita dari om ir. Kemana, dimana, bahkan bagaimana keadaannya, tidak terdengar lagi oleh keluarga di kampung halaman. Selama di ibu kota, hidup om ir pasang surut. Om ir pernah menggelandang di jalanan, bekerja di percetakan, menjadi pelayan di rumah makan, dan berbagai macam profesi lain om ir jalankan demi menyambung hidup di rantau. Di sinilah om ir mengenal “komunitas” yang menjadi identitas om ir selamanya.

Entah bagaimana kisahnya, om ir akhirnya memutuskan untuk merantau di kota ini dan memulai usaha salonnya. Usahanya cukup berkembang. Karena merasa sudah mapan, om ir akhirnya mengajak sahabat saya ini untuk tinggal dengannya. Tanpa bayangan apapun tentang gaya hidup pamannya, sahabat saya mengiyakan saja ajakan om ir, pamannya, itu. Betapa terkejutnya sahabat saya melihat perubahan pada om ir yang tidak tidak pernah dijumpainya semenjak dia kanak-kanak itu. Om ir sudah berubah sedemikian rupa. Tetapi sahabat saya bisa berbesar hati dan memaklumi keadaan om ir. Sambil melanjutkan pendidikannya, sahabat saya juga ikut membantu sedikit-sedikit usaha om ir dan menjadi orang kepercayaan om ir. Semua hal sampai hal-hal pribadi pun om ir percayakan pada sahabat saya ini.

Seiring waktu, sahabat saya pun mengenal cinta. Sekali dua kali, dia membawa gadis pujannya menemui om ir untuk diperkenalkan. Yang mengejutkan sahabat saya adalah, hubungannya ditentang oleh om ir. Om ir selalu marah setiap kali sahabat saya pergi dengan teman gadisnya. Belakangan baru diketahui kalau ternyata om ir tidak ingin sahabat saya merasakan sakit hati seperti yang pernah dia rasakan dulu. Om ir bersikap kelewat protektif pada sahabat saya kalau mengenai urusan percintaan dan pertemanan sahabat saya dengan lawan jenisnya. Yang membuat saya bertanya-tanya sampai sekarang, kenapa om ir tidak pernah melarang sahabat saya dan saya berteman ya? Saya kan wanita. Saya sering menghabiskan waktu bersama sahabat saya dan kegiatan kami saat itu tidak penting dan hanya membuang waktu saja. Om ir malah menyatakan kesukaannya pada pertemanan kami ketimbang sahabat saya ini menjalin hubungan cinta dengan gadis pujaannya.

Waktu berlalu lagi. Selesai mengenyam pendidikan di sini, sahabat saya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman dan bekerja di sana. Tinggallah om ir sendiri lagi. Semenjak itu saya sudah jarang mengunjungi om ir, karena saya pikir sahabat saya pun sudah tidak ada.

Bertahun-tahun saya tidak bertemu muka dengan sahabat saya ini. Sampai pada suatu hari sahabat saya mengabarkan kedatangannya ke kota ini lagi, dikarenakan om ir sakit keras dan sedang dirawat di unit insentif rumah sakit. Senang dan prihatin bercampur aduk rasanya saat itu. Senang karena akhirnya saya bertemu muka dengan sahabat saya, sekaligus prihatin karena mendengar kabar tentang om ir. Satu minggu lebih om ir menghabiskan masa perawatan di rumah sakit sampai keadaannya membaik. Sahabat saya pun kembali lagi ke kampung halaman karena dia memiliki pekerjaan dan keluarga kecil yang tidak bisa ditinggal terlalu lama. Om ir pun memulai lagi aktifitas hariannya di sini begitu pulih.

Belum lama berselang semenjak kedatangan sahabat saya ini, saya mendapat kabar berita kalau sahabat saya akan ke kota ini lagi. Om ir meninggal dunia. Antara terkejut dan tidak percaya mendengar kabar berita itu. Om ir memang sudah pulih dan beraktifitas kembali, tetapi om ir masih juga sakit. Om ir mulai mencari bentuk pengobatan alternatif berdasarkan info dari teman-teman di komunitasnya. Berangkatlah om ir ke seberang laut ke tanah asing yang belum pernah dia kunjungi, untuk berobat. Di sana om ir tidak memiliki kenalan apalagi keluarga selain teman baik sekomunitasnya, tempat dia menginap. Rupanya di sana, penyakit om ir kumat. Daerah tempat om ir menginap sangat jauh dari rumah sakit, sehingga nyawa om ir tidak dapat tertolong. Karena kendala waktu dan tempat, akhirnya diputuskan jenazah om ir dikebumikan disana tanpa kehadiran satupun anggota keluarga untuk melepas kepergian om ir selamanya.

Jalan hidup om ir yang membuat perasaan saya bercampur aduk begitu mendengar ceritanya, sampai akhir tragis (menurut saya) yang akhirnya saya definisikan sebagai cerita sedih. Satu hal lagi yang membuat saya jadi memikirkan keseluruhan cerita om ir ini adalah, seluruh keluarga om ir di kampung halaman tidak mengetahui sedikitpun tentang gaya hidup om ir di sini. Hanya sahabat saya lah satu-satunya orang dari pihak keluarga yang mengetahui semuanya. Salut buat sahabat saya yang mau menerima keadaan pamannya itu apa adanya tanpa menghakimi beliau.

Itu saja yang bisa saya ceritakan. Saya hanya ingin berbagi kisah. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar