Rabu, 02 Mei 2012

nenek penjual kerupuk

hidup itu ternyata sederhana.
belajar dari hal-hal sederhanalah yang membuat hidup itu kaya.

dari nenek penjual kerupuk, saya belajar tentang hidup dan nilai dalam perjuangan hidup.
saya ceritakan ya.

beberapa waktu lalu, saya dan rekan kerja keluar kantor untuk makan siang. di depan tempat kami makan siang, saya melihat seorang nenek tua duduk seorang diri. si nenek sedang menikmati makan siangnya berupa nasi bungkus. timbullah rasa iba saya. nenek itu sudah sangat tua. makan sendirian di tempat yang tidak layak seperti itu tentulah hal yang membawa pemandangan miris buat saya. 

selesainya saya dan rekan saya makan, kami meninggalkan tempat makan. sekali lagi terlihat si nenek masih di luar tempat makan itu. ternyata si nenek seorang penjual kerupuk. dilihatnya saya di pintu keluar tempat makan, buru-buru dia menawarkan dagangannya. bertambah mirislah pemandangan itu buat saya. orang setua itu masih bekerja keras menjajakan dagangan. kenapa tidak diam di rumah dan menikmati masa tuanya? biar anak cucunya yang mencarikan nafkah buat dia. tapi kenyataan di depan saya berkata sebaliknya.

saya suka kerupuk. kebetulan kerupuk yang ditawarkan si nenek adalah jenis kerupuk kesukaan saya. belilah saya kerupuk dagangan si nenek dalam jumlah banyak. si nenek memberikan harga untuk kerupuk sebanyak itu hanya dengan harga tujuh ribu rupiah. 

karena rasa iba tadi, saya berikan sepuluh ribu rupiah kepada si nenek dengan maksud agar si nenek tidak usah mengembalikan sisa uang saya. tapi yang membuat saya kagum pada si nenek, begitu saya hendak pergi, si nenek memanggil saya dan memberikan lagi dua bungkus kerupuk yang dihargainya seribu rupiah per bungkusnya. saya mengatakan pada si nenek agar tidak usah memberikan saya kerupuk lagi. biarlah kembalian uang saya buat dia. si nenek berkata "tidak bisa. harus pas." 

menyadari kerupuk yang diberinya belum mencukupi uang kembalian saya, si nenek memberikan lagi sebungkus kerupuk yang sama. saya awalnya menolak, tapi karena si nenek ngotot tetap tidak mau menerima uang kembalian saya, akhirnya saya terima saja. jadilah uang saya pas dengan apa yang saya beli. si nenek terlihat tersenyum puas.

sudah sangat tua, masih bekerja keras, dan tidak mau hanya menerima rasa iba dari orang lain adalah rasa kagum yang seketika timbul buat si nenek siang itu.

sederhana, kan?